Pages

Wednesday, September 20, 2006

KEPEMIMPINAN GUSDUR : PENCIPTA KONFLIK YANG JENIUS

BEBERAPA DEFINISI
Beberapa pengertian tentang konflik, sebagai berikut :
Konflik berasal dari kata con-fligere, conflictum yang artinya saling berbenturan, semua bentuk benturan, tabrakan, ketidaksesuaian, ketidakserasian, pertentangan, perkelahian, oposisi dan interaksi-interaksi yang antagonisistis-bertentangan.
Menurut Clinton F. Fink konflik adalah relasi-relasi psikologis yang antagonis, berkaitan dengan tujuan-tujuan yang tidak bisa disesuaikan, interest-interest eksklusif dan tidak bisa dipertemukan, sikap-sikap emosional yang bermusuhan dan struktur-struktur nilai yang berbeda. Interaksi antagonis disini mencakup tingkah laku lahiriah yang tampak jelas, mulai dari bentuk-bentuk perlawanan halus, terkontrol, tersembunyi, tidak langsung, sampai pada bentuk perlawanan terbuka, kekerasan, pemogokan, huru hara, makar, grilya, perang dan lainnya.
Ada pandangan yang menyebutkan bahwa konflik memiliki pengertian negatif, positif dan netral. Dalam pengertian yang negatif, konflik dikaitkan dengan sifat-sifat animalistik, kebuasan, kekerasan, destruktif dan lainnya. Dalam pengertian positif konflik dihubungkan dengan peristiwa : petualangan, hal-hal baru, inovasi, pembersihan, pemurnian, pembaharuan, perubahan dan lainnya. Dalam pengertian yang netral, konflik diartikan sebagai akibat biasa dari keanekaragaman individu manusia dengan sift-sifat yang berbeda dan tujuan hidup yang tidak sama pula.

Beberapa pengertian komunikasi menurut para ahli di bidang komunikasi, sebagai berikut :
Komunikasi berasal dari kata latin Communis yang artinya membuat kebersamaan atau membangun kebersamaan antara dua orang atau lebih. Menurut Everett M. Rogers, seorang pakar sosiologi dari Amerika, komunikasi adalah proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber kepada satu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka. Definisi ini kemudian disempurnakan oleh Rogers dan D. Lawrence Kincaid sehingga melahirkan definisi, komunikasi adalah suatu proses dimana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi dengan satu sama lainnya, yang pada gilirannya akan tiba pada saling pengertian yang mendalam.
Shannon dan Weaver mengemukakan pendapatnya tentang komunikasi, bahwa komunikasi adalah bentuk interaksi manusia yang saling pengaruh mempengaruhi satu sama lainnya, sengaja atau tidak sengaja. Tidak terbatas pada bentuk komunikasi menggunakan bahasa verbal tetapi juga dalam hal ekspresi muka, lukisan, seni dan teknologi. Menurut Filippo komunikasi adalah sebagai tindakan mendorong pihak lain untuk menginterpretasikan suatu ide dalam suatu cara yang diinginkan oleh pembicara atau penulis.
Dalam buku komunikasi yang efektif, James G. Robbins dan Barbara S. Jones menyebutkan bahwa komunikasi adalah suatu tingkahlaku, perbuatan atau kegiatan penyampaian atau pengoperan lambang-lambang yang mengandung arti dan makna atau perbuatan penyampaian suatu gagasan atau informasi dari seseorang kepada orang lain.
TEORI PENDUKUNG
Komunikasi
Secara sederhana proses komunikasi dapat di gambarkan sebagai berikut :
Sender Messege receiver


feed back
Tahapan komunikasi dapat diuraikan lebih lanjut menjadi beberapa sub proses. Pada proses pengiriman (sending), pada diri sender terdapat beberapa aktifitas seperti penyusunan gagasan, penyandian (encoding), dan penyampaian. Begitu juga halnya yang terjadi pada receiver, terdapat beberapa aktifitas yakni penerimaan, pengolahan (decoding) dan penggunaan. Selanjutnya untuk komunikasi yang efektif adalah adanya umpan balik dari receiver terhadap sender berupa tindak lanjut pesan dan sebagainya.
Dalam proses komunikasi sering terjadi kesalahan dalam informasi atau terjadinya misinformation. Beberapa hal yang menjadi penghambat komunikasi adalah hambatan pribadi, fisik dan semantik. Hambatan pribadi lebih menekankan kepada sikap tertentu sender kepada receiver, dalam hal ini faktor emosi dan subjektivitas memainkan peran yang dominan. Hambatan fisik berupa gangguan terhadap alat pendengaran, rusaknya indra lain ataupun hal-hal lain yang menyebabkan informasi tidak sempurna diterima oleh receiver. Sedangkan hambatan semantik lebih kepada pelafalan, ejaan ataupun perbedaan bahasa antara sender dan receiver.
Konflik
Konflik yang merupakan bagian dari sejarah peradaban manusia, akan terus ada hingga berakhirnya kehidupan di dunia. Pendekatan terhadap konflik dapat dibedakan menjadi tiga, yakni menurut pandangan pemimpin tradisional, pandangan pemimpin yang netral/behavioral dan pandangan interaksionis/modern. Kaum tradisonal memandang konflik sebagai sesuatu yang negatif, kontraproduktif, dan destruktif sehingga setiap kemunculannya selalu ditekan, kaum behavioral memandang bahwa konflik adalah ciri hakiki tingkah laku manusia yang hidup, mereka mengurung, membatasi dan menjinakkan konflik sebagai unsur netral yang tidak berbahaya, namun mereka belum bertindak jauh untuk mengelola dam memange konflik tersebut. Sedangkan kaum interaksionis memandang konflik sebagai sesuatu yang dapat membawa perubahan terhadap organisasi, konflik itu penting dalan perlu dalam kehidupan.
Menurut sosiologi terkemuka Ralf Dahrendorf inti konsep teori konflik sosial adalah kekuasaan dan wewenang, sebab kekuasaan dan wewenang selalu menciptakan kondisi individu pada posisi di atas dan di bawah dalam struktur sosial yang ada dalam masyarakat. Wewenang yang dilahirkan oleh kekuasaan dianggap sesuatu yang memiliki validitas maka setiap individu yang tidak bersedia tunduk terhadap wewenang tersebut akan terkena sanksi. Perwujudan keberadaan sanksi ini dalam sistematika teori konflik didukung oleh sistem perundang-undangan yang berpihak pada pemegang kekuasaan.
Hukum diciptakan untuk melestarikan kekuasaan dan wewenang para penguasa dan menjaga dari "rongrongan" anti status quo dari pihak yang dikuasai yang selalu menginginkan perubahan. Hal ini disebabkan kekuasaan selalu memisahkan dengan tegas antara penguasaan dan yang dikuasai maka dalam masyarakat selalu terdapat dua golongan yang saling bertentangan dan berbeda kepentingan. Pertentangan dan perbedaan-perbedaan kepentingan ini selalu ada setiap waktu dan pada setiap struktur. Teori konflik sosial selalu mengesampingkan keteraturan dan stabilitas yang ada dalam masyarakat di samping konflik itu sendiri. Teori konflik sosial cenderung mengabaikan norma-norma dan nilai yang berlaku universal yang menjamin terciptanya keseimbangan dalam masyarakat. Masyarakat dianggap sebagai ladang pertikaian dan pertentangan belaka. Seperti apa yang dikatakan Thomas Hobbes Bellum omniom contra omnes, homo hommini lupus; manusia adalah srigala bagi manusia lainnya!
Sosiolog konflik Amerika Serikat, Lewis Coser (1913-2003), bertitik berat pada konsekuensi-konsekuensi terjadinya konflik pada sebuah sistem sosial secara keseluruhan. Teorinya menunjukkan kekeliruan jika memandang konflik sebagai hal yang melulu merusak sistem sosial, karena konflik juga dapat memberikan keuntungan pada masyarakat luas di mana konflik tersebut terjadi. Konflik justru dapat membuka peluang integrasi antar kelompok.
Dalam sosiologi, teori konflik berdasar pada asumsi dasar bahwa masyarakat atau organisasi berfungsi sedemikian di mana individu dan kelompoknya berjuang untuk memaksimumkan keuntungan yang diperolehnya; secara tak langsung dan tak mungkin dihindari adalah perubahan sosial yang besar seperti revolusi dan perubahan tatanan politik.
Ada tiga sumber utama yang menyebabkan terjadinya konflik, yakni :
- Formalisasi rendah
dalam hal ini perlu adanya birokrasi untuk memetakan adanya hirarki dan wewenang dalam pelaksanaan tujuan. Prinsipnya formalisasi melalui birokrasi adalah membuat sesuatu menjadi efektif dan efisien dalam pelaksanaan tujuan
- Pengambilan keputusan yang Partisipatif
hal ini sebenarnya sangat positif, karena lebih mencerminkan demokrasi dalam berorganisasi dengan orientasi terhadap bawahan dan mendasarkan pada komunikasi, namun adakalanya terjadi perbedaan pendapat antar individu sehingga menimbulkan konflik satu sama lainnya.
- Distorsi komunikasi
terjadinya miscommunication antara sender dan receiver tentunya turut menjadi faktor penyumbang terjadinya konflik
Dalam mengatasi konflik ada beberapa pendekatan yang dipakai, antara lain :
Menurut Louis Pondy :
- Pendekatan Tawar menawar (Bergaining approach)
Dilakukan dengan musyawarah oleh pihak-pihak yang terlibat konflik, menekankan pada masalah persaingan antara beberapa unit organisasi.
- Pendekatan Birokratis
Mengatasi konflik yang terjadi karena persoalan-persoalan hierarki baik vertikal, horizontal maupun hubungan-hubungan otorita dalam susunan hierarki organisasi. Pendekatan ini menekankan pada kesulitan melakukan kontrol
- Pendekatan Sistem
Menyelesaikanhubungan yang bersifat horizontal antara beberapa fungsi dalam suatu organisasi, serta menekankan pada kesulitan dalam mengatasi persoalan-persoalan koordinasi
Menurut Kilman dan Thomas :
- Pahami atau alami konflik-konflik yang tidak dapat diterima
- Selidiki sumber-sumber konflik
- Tentukan cara untuk mengatasi atau interverensi

KEPEMIMPINAN GUSDUR : PENCIPTA KONFLIK YANG JENIUS
Siapapun tentunya mafhum dengan gaya kepemimpinan Presiden Abdurahman Wahid. Gaya selengean, ceplas ceplos merupakan gaya khasnya dalam memimpin bangsa ini. Terlepas dari gaya memimpinya yang seperti itu, beliau merupakan sosok pemimpin yang cerdas, (minimal diakui oleh para pengikutnya).. Beliau akrab disapa Gus Dur, Sang Bapak Bangsa yang sering melontarkan pendapat kontroversial. Setelah menjabat Presiden RI ke-4 (20 Oktober 1999-24 Juli 2001), ia tak gentar mengungkapkan sesuatu yang diyakininya benar kendati banyak orang sulit memahami dan bahkan menentangnya. Beliau adalah sosok pemimpin yang merasakan pentingnya informasi dan komunikasi, juga merupakan seorang pemimpin yang pandai menciptakan konflik.
Merasa pentingnya peran komunikasi, dan juga mungkin beliau menyadari bahwa komunikasi dapat terhambat oleh tiga hal, seperti dikemukakan diatas, yakni hambatan pribadi, hambatan fisik dan hambatan semantik sampai-sampai beliau mengangkat beberapa juru bicara kepresidenan, barangkali ketiga faktor tersebut melekat pada diri gusdur, mulai dari faktor pribadi, dalam hal ini bisa saja seseorang sedikit lebih sulit berkomunikasi kepada orang atau pihak yang menjadi “musuhnya” dalam berpolitik. Hambatan fisik tentunya dapat menjadi hal yang utama yang mendorong untuk mengangkat juru bicara, setiap orang tentunya tahu bahwa gusdur memiliki kondisi kesehatan yang tidak prima, sehingga langkah ini sangat cocok. Hambatan semantik juga tak jauh berbeda dengan dua hambatan sebelumnya, dan mungkin hal ini telah diterapkan oleh seluruh presiden diindonesia, misalnya bila melakukan negosiasi atau pembicaraan dengan pihak asing, dengan dibantu oleh penerjemah.
Selain hal diatas, pengangkatan juru bicara kepresidenan adalah hal baru dalam sistem pemerintahan indonesia. Sebagai seorang yang cerdas, beliau menunjuk orang yang capable di bidang itu. Wimar Witoelar diangkat menjadi Ketua Tim Media/Juru Bicara Kepresidenan. Tentunya butuh pertimbangan matang untuk mengangkat orang sebagai petugas penyambung lidah presiden kepada masyarakat. Gusdur mengetahui bahwa Wimar memiliki kompetensi untuk menduduki jabatan ini, yaah..begitulah, Wimar memang telah eksis di bidang komunikasi sejak masa orde baru, serta merupakan orang yang mumpuni dalam olah lidah. Selain itu gusdur juga memiliki media untuk menyalurkan seluruh aspirasi politik maupun curahan perasaannya, media ini berupa situs dengan alamat www.gusdur.net
Keterkaitan antara komunikasi dan konflik dalam kerangka kepemimpinan dapat dilihat di masa pemerintahan Abdurrahman Wahid. Dimasa pemerintahannya, Ia pernah menyerukan untuk mencabut TAP MPRS/No. XXV/MPRS tahun 1966 tentang larangan atas penyebaran paham dan organisasi komunis di Indonesia, berkomentar tentang DPR yang bertingkah seperti taman kanak-kanak, mengeluarkan dekrit untuk membubarkan DPR, Berselang beberapa waktu, ia memecat beberapa anggota Kabinet Persatuan-nya, termasuk Hamzah Haz (Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan), serta tindakan maupun komentar-komentar yang banyak membuat orang tersenyum atau bahkan membuat panas telinga orang yang mendengarnya.
Hal tersebut bila ditinjau dari sudut teori konflik dan komunikasi tentu merupakan kajian yang menarik. Pertama gusdur yang dengan kecerdasannya mengangkat juru bicara kepresidenan untuk “meluruskan statement yang ia lontarkan”, kedua, gusdur seringkali, atau bahkan hobi menciptakan konflik dalam pemerintahan. Gusdur mungkin menyadari bahwa tugas utama seorang pemimpin modern tidak hanya menciptakan harmoni/keselarasan yang statis, akan tetapi mampu menciptakan konflik yang pada akhirnya mampu membuat organisasi lebih segar dan dinamis. Dan gusdur memiliki karakter untuk melakukan itu, ketika sebagian besar pemimpin lebih menyukai menghindari konflik, lebih menyukai berperan sebagai pendamai justru beliau mampu berperan sebagai stimulator konflik, sifat yang dimilikinya yang dinamis, kreatif, agresif dan berani menyerempet-nyerempet bahaya.
Komunikasi yang efektif pada dasarnya mampu digunakan untuk meredam segala konflik yang ada. Hal ini tentu terbukti benar, misalkan ada dua kubu yang bertengkar, tentu ada konflik diantara mereka, naah bila mereka berkomunikasi secara benar dan berkeinginan untuk menyelesaikan konflik tersebut, tentunya konflik tersebut akan selesai diatasi. Melalui win-win solution misalnya, yang pada akhirnya keputusan yang diambil menguntungkan kedua belah pihak.
Langkah gusdur untuk mencabut TAP MPR No. 25 dapat dianalisa sebagai langkah untuk melihat mana kawan dan lawan politiknya. Dan benar memang, apa yang gusdur lakukan, dia dapat mengetahui mana kawan, mana lawan politiknya, karena pada waktu hal tersebut terjadi terjadi pro dan kontra mendukung dan menolak rencana tersebut. Merasa dukungan terhadap dirinya besar gusdur kerap kali mengeluarkan statemen yang kontroversial ataupun statemen yang ambigu. Ambiguitas statemen yang gusdur keluarkan tentunya telah dipikirkan oleh gusdur, kalau bukan sebagai penciptaan konflik apalah lagi namanya? Itulah jeniusnya gusdur, apabila statemen yang ia keluarkan kurang menguntungkan kubunya, maka buru-buru juru bicara kepesidenan ‘meluruskan’ agar menjadi jelas statemennya.
Secara alamiah, jika hal-hal kecil terus menerus ditumpuk maka akan menjadi besar juga. Konflik yang kerapkali diciptakan oleh gusdur akhirnya berbalik menyerangnya, ketika dia berkomentar tentang DPR yang bertingkah seperti taman kanak-kanak. Kontan komentar tersebut membuat pihak DPR merasa tak senang, akhirnya digalanglah kekuatan untuk menggulingkan gusdur. Gusdur yang merasa apa yang ia lakukan benar, dalam konsep konflik ia merasa mampu menguasai keadaan, ternyata salah menganalisanya. Terjadilah deal-deal politik kubu yang bersebrangan dengannya (dalam hal ini terjadi komunikasi antara pihak-pihak yang menentang gusdur), sedangkan komunikasi yang dibangun gusdur dengan pihak yang bersebrangan dengannya mengalami kemacetan sehingga tidak tercapai solusi terbaik untuk kedua belah pihak, yang pada akhirnya mengakibatkan gusdur terjungkal dari kursi kepresidenan
DAFTAR PUSTAKA

Kartono, Kartini, Drs, Pemimpin dan Kepemimpinan, Jakarta : Rajawali 1983
Thoha, Miftah, Kepemimpinan dalam manajemen, Jakarta: Raja Grafindo Persada 1993
Robbins, James G, Komunikasi yang efektif, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya 1986
Siagian Sondang P. Prof. DR, Teori dan Praktek kepemimpinan, Jakarta: Rineka Cipta 1991
Situs resmi Abdurrahman wahid, online diakses 14 Oktober 2005. www.gusdur.net
Kontroversi Bapak Bangsa, online diakses 15 oktober 2005. www.tokohindonesia.com

No comments: